Kamis, 05 Mei 2016

Perjalanan Panjang Wujudkan Impian Menjadi Pendesain Rumah

Sebenarnya menjadi arsitek bukanlah cita-cita utama aku ketika masih kecil. Cita-cita kecil ku seperti anak kecil pada umumnya. Pengen jadi dokter. Pengen jadi pilot. Dan keinginan-keinginan standart yang lain.

Tidak pernah kusangka kalau ternyata setelah dewasa aku menjadi seorang arsitek. Tapi itulah hidup dan masa depan. Apa yang terjadi pada hidup kita di masa depan tidak bisa dipersiapkan secara instan. Biasanya ada perjalanan panjang. Setiap orang memiliki kisah perjalanannya sendiri. Dan inilah kisah yang aku miliki. Aku menjadi seorang arsitek.

Saat Di Persimpangan, Arsitektur Menjadi Tujuan

Aku sudah suka menggambar sejak kecil. Buku pelajaran ku penuh dengan coretan-coretan. Ketika pelajaran sedang berlangsung atau ketika sedang waktu senggang Aku suka menggambar. Hasil gambarku tidak terlalu bagus. Tetapi karena aku suka melakukannya kemampuan kuping terasa hari demi hari. Tapi jujur aku tidak pernah membayangkan kalau kelak aku akan menjadi seorang arsitek.

Setelah lulus SMA yang menjadi tujuan pertama ku adalah sekolah gratis. Alasannya sederhana, supaya tidak membebankan orang tua. Untuk kuliah di Universitas pada umumnya sepertinya tidak memungkinkan.  Jadi aku mendaftar di AKABRI, STPDN dan STAN. Dan Tahukah kamu bagaimana hasilnya? Yah Aku gagal semua.

Setelah sempat menganggur selama setahun akhirnya aku memutuskan untuk kuliah. Waktu itu kuliah di universitas negeri masih murah. Oleh karena itu aku berusaha betul supaya bisa lulus UMPTN.

Aku beruntung karena persiapan ku yang begitu keras akhirnya membuahkan hasil. Aku lolos di jurusan arsitektur. Waktu itu biaya satu semester hanya Rp 250.000,00. Agar tidak terlalu membebankan orang tua maka aku mencari beasiswa. Jadilah Aku kuliah di jurusan arsitektur hingga akhirnya lulus.

Suka Duka Kuliah Di Jurusan Arsitektur

Saya kira banyak yang sudah tahu kalau kuliah jurusan arsitektur itu cukup berat. Mahasiswa arsitektur harus kuat begadang. Mahasiswa arsitektur harus betah melek. Konon kemana-mana mahasiswa selalu membawa gulungan kertas. Dan ternyata itu benar. Aku mengalaminya saat semester awal. Setelah masuk pada semester pertengahan hingga akhir kami lebih banyak mengerjakan tugas di studio. Itu dulu. Kehidupan mahasiswa arsitektur jaman dulu. Kalau di jaman sekarang semuanya serba digital. Aku tidak tahu apakah mahasiswa sekarang juga disibukkan dengan gulungan kertas seperti jamanku dulu.

Kuliah lumayan lama. Aku butuh waktu hingga 6 tahun untuk menyelesaikan skripsi. Banyak mahasiswa yang bisa lebih cepet. Paling cepat 4 tahun. Tidak bisa kurang dari itu. Karena mata kuliah studio perancangan ada hingga semester ke tujuh. Jadi mau tidak mau mahasiswa harus mengambil satu persatu tiap semester. Setelah semuanya beres baru pada semester terakhir mereka bisa mengambil tugas akhir. Hehehe, hanya sayangnya aku bukan termasuk kelompok mereka yang lulus cepat. Aku akui selain kuliah aku juga punya kesibukan yang lain. Aku pernah bekerja part time di rental software. Aku juga pernah mengajar les privat anak SMP. Dan yang agak keren aku pernah mengajar mata kuliah Autocad di sebuah Universitas Kristen di Surakarta. Cuma kalau yang terakhir ini hasil nepotisme karena aku punya teman dosen yang mengajar di sana.

Dunia Nyata Setelah Lulus Belum Tentu Seperti Harapan

Setelah lulus kami para sarjana akan dihadapkan pada dunia nyata. Ternyata apa yang kami dapatkan selama kuliah belum apa-apanya di dunia kerja nyata. Banyak teori-teori yang tidak bisa dipraktekkan dan banyak pelajaran-pelajaran di kehidupan nyata yang tidak kami dapatkan di kampus.

Banyak teman-teman satu jurusan yang akhirnya banting stir. Mereka memilih bekerja di bidang lain. Ada yang jadi pegawai bank. Ada yang jadi pebisnis. Ada yang tidak jadi apa-apa. Dan aku memilih menjadi seorang arsitek.

Jadi itulah kisah perjalanan panjangku hingga akhirnya menjadi seorang pendesain rumah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar